Me_sulis

Thursday, July 5, 2012

The GPS Challenge Camp Cigintung

Nusantaride The GPS Challenge Camp Cigintung 23-24 Juni 2012

Di masa 2 tahun wira-wirinya Nusantaride pada Juni 2012 ini, beberapa rekan berkenan menggagas acara kumpul-kumpul temu kangen di sebuah tempat (unknown) dengan alamat sebuah titik kordinat.

Acaranya sendiri sebenarnya tidak ada nama, tapi begitu Kang Dendy Julius meng-upload beberapa foto di FB Group dengan judul album GPS Challenge maka saya sebut saja gathering tersebut dengan judul sama 'The GPS Challenge'.

Acara yang digagas spontan ini infonya datang lewat japri, mungkin maksud teman-teman adalah format acara seperti ini - lokasi tujuan berupa titik koordinat tanpa titik kumpul (tikum) - masih bersifat trial atau coba-coba. Uji coba ini kemungkinan nantinya akan di-aplikasikan pada setiap acara gathering Nusantaride baik formal maupun informal. Makanya The GPS Challenge tidak diumumkan ke forum. Sehingga meskipun gagal, ada yang kesasar, atau sampai pada tempat yang salah, dan lain-lain hal yang bisa bikin badan keringet dingin, maka yang merasakan hanya segelintir orang saja. :)

Saya coba menutur dan merangkai kata tentang perjalanan saya dalam 'The GPS Challenge' menuju titik kordinat pertemuan yang diberikan.

Pada pesan yang saya terima, meeting point-nya adalah -6.74343, 107.14118. Seperti biasa kordinat tersebut saya copy-paste ke Goggle Earth. Dan sepertinya tidak jauh, terletak di utara kota Cianjur. Kemudian ada info lagi bahwa lokasi ada di Puri Gintung belakang Taman Bunga Nusantara, tampak semakin dekat menurut saya.



Dari Google Earth saya dapatkan perkiraan titik lokasi di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur. Apabila di-zoom maka akan menunjuk lokasi pada sebuah perkebunan pada jalan yang tidak terdaftar pada Google Earth/Maps.



Setelah semakin jelas posisinya, maka untuk rute, saya ambil arah Puncak lanjut Cipanas lalu belok kiri di Pacet atau Hanjawar. Bayangan saya, lokasinya pasti deretan vila-vila yang menjamur di Cipanas, mungkin Google belum meng-update petanya sehingga tak ada tanda-tanda ada vila atau rumah di titik tersebut. Kemudian saya putuskan keberangkatan adalah pada hari Sabtu Malam Minggu saja setelah urusan di rumah beres. Tak lupa saya plot lokasi pada GPS, navigasi rute selesai dan tinggal berangkat nanti malam. Semudah itukah?

Malam Minggu, pukul 8.30 lewat, Dreamer, Honda Tiger hitam saya mulai melaju start dari rumah di Jakarta Selatan. Seperti biasa, lalulitas Kota Jakarta dan Depok agak tersendat di malam panjang. Begitu pula Jalur menuju Kawasan Puncak dari Kota Bogor hingga pertigaan Mega Mendung.

Pukul 11 malam saya baru tiba di Puncak Pass. Saya sempatkan istirahat makan terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah setengah jam beristirahat, saya lanjut menuruni Puncak Pas menuju Cipanas. GPS mulai dinyalakan. Dan tepat sebelum Pasar Cipanas, arah GPS menunjuk ke kiri menuju Taman Bunga Nusantara.

Dari tempat ini, tujuan masih sekitar 14 km saja, sudah dekat, kata saya dalam hati. Saya ambil rute melalui Jalan Mariwati. Lalu lintas di jalan tersebut menjelang tengah malam itu sudah tampak sepi. Nyala lampu perumahan dan vila di sepanjang jalan menemani saya menyusur Mariwati. Udara pegunungan yang dingin mulai menembus badan.

Sekitar 8 Km, GPS memberi petunjuk arah belok kanan pada pertigaan menuju Lembah Karmel, tempat yang masih saya kenal, aman, sudah mau sampai.

Namun begitu melewati Vila Lembah Karmel, jalan mulai menanjak dan menanjak. Sepi dan gelap, nah perasaan mulai ketar-ketir juga. Hanya pepohonan dan gerbang-gerbang vila yang sepi dan tak ada orang untuk ditanya. GPS masih me-navigasi untuk terus berada di jalan tersebut hingga masuk sebuah perkampungan yang sepi. Hanya lampu rumah yang menyala dan hewan peliharaan seperti anjing dan kucing saja yang lalu-lalang. Waduh.

Keluar kampung jalan kembali gelap dan terus menanjak hingga kemudian terlihat rumah yang baru saja selesai mengadakan pengajian. Beberapa orang tampak melintas menyebrang jalan dan saya melaju pelan memberi kesempatan pada mereka memotong jalan saya. Saya stop tepat di hadapan orang-orang yang menyebrang tadi dan bertanya pada salah satunya.

"Kang, punten, kalau mau ke Puri Gintung bener ini jalannya?"
"Iya pak, jalan ini saja nanti pertigaan ambil yang lurus, nanti sampai Pajagan terus aja sampe ketemu pertigaan ambil yang kiri atau tanya aja lagi nanti di Pajagan."
"Nuhun Kang"

Saya ikuti petunjuk penduduk dan meneruskan perjalanan. Namun baru beberapa ratus meter, GPS menunjuk arah belok ke kanan padahal tadi penduduk menunjuk jalan yang lurus. Saya mulai bimbang padahal tinggal 5 km lagi menuju tujuan. Yang lurus jalannya gelap, jelek, dan kecil, sedang yang ke kanan jalan lebih lebar dan terang namun ada portal terbuka dan pos satpam yang tidak dijaga. Ini pasti jalan masuk ke vila, pikir saya, makanya Saya putuskan untuk mengikuti petunjuk penduduk.

Jalur yang saya ambil ini jalannya rusak dan berlubang, motor hanya dapat melaju perlahan. Saat itu jam sudah menunjuk lewat dari tengah malam. Di kanan kiri jalan tampak sawah dan ladang yang sepi, gelap menghitam. Kemudian jalan tersebut mulai masuk menembus hutan. Ah kenapa harus bertemu pohon-pohon besar di tengah malam buta yang sepi.

Saya beranikan diri untuk terus melintas. Saya coba mempercepat laju motor meski jalan rusak berlubang. Satu dua tikungan mulai saya lewati tapi masih saja hutan, pandangan arah kanan terhalang oleh ketinggian bukit.

Entah pada tikungan ke berapa, saya mendengar deru motor dan sekilas melihat terangnya lampu menyibak pepohonan, hati agak tenang, berarti jalan ini merupakan perlintasan yang sering dipakai. Mendekati tikungan terdengar suara klakson memberi tanda kehadirannya. Mungkin dilihat juga lampu motor saya menerangi pohon. Motor tersebut mulai terlihat keluar dari tikungan. Bukan satu, tapi dua motor mendekat dan semakin jelas. Oh, rupanya rekan Andenko 'Koko' Utama dan Rici Ludira Sakti, yang langsung berhenti saat itu juga. Saya salami keduanya, dan bertanya kenapa sudah pulang.

"Besok masih ada urusan Om, jadi mesti balik Jakarta nih.."
"Masih jauh nggak tempatnya? masih pada belum tidur kan?"
"3 km lagi Om, ditunggu kok, nanti kalau ketemu pertigaan Pesantren ambil kiri"
"Oke, terima kasih, hati-hati di jalan"

Saya lanjut pada jalan yang menurun memasuki perkampungan. Di kiri mulai terlihat lampu-lampu rumah. Di ujung turunan juga terlihat lampu-lampu rumah penduduk dan pertigaan. Saya ambil ke kiri, GPS kembali me-navigasi untuk terus. Hati tenang sesudahnya, jalannya sudah benar tampaknya.

Tak jauh dari situ perkampungan mulai terlihat. Meski pemukiman ini tampak padat namun tak ada satu orang pun terlihat di luar. Penduduk tentu sudah terlelap di peraduan. Benar-benar sepi. Bahkan di pertigaan yang menjadi pusat desa juga sepi tanpa terlihat ada kegiatan manusia.

Saya yakin ini Desa Pajagan seperti yang diterangkan penduduk yang tadi saya tanya. Makanya saya ambil jalan yang lurus keluar perkampungan yang ternyata kembali gelap pekat. Hanya langit malam dan lampu motor saya saja yang menerangi area tersebut.

Tampak perkebunan dengan pohon-pohon sebagai pagar menutupi perkebunan. Perasaan tak enak mulai menyambangi saya. Semakin saya ikuti jalan itu seperti semakin jauh dari kehidupan. Tanaman-tanaman berdaun lebar terlihat menyeramkan ketika daun-daunnya memantulkan kembali sorot lampu motor. Saya perhatikan GPS mulai berputar-putar penunjuk jalannya.

Saya jadi tidak yakin, soalnya pesantren yang Koko katakan tadi belum juga terlihat. Saya berhenti di tempat yang cukup terbuka. Tampak di kejauhan di sisi kanan kerlap-kerlip lampu perkampungan. Apakah saya salah arah di pertigaan Desa Pajagan tadi. Memang, titik kordinat -6.74343, 107.14118 yang dikirim ke saya tidak menunjuk pada jalan terdaftar. Makanya saya ambil kesimpulan, sebenarnya saya sudah dekat pada tujuan.

Daripada berlama-lama di tempat sepi yang membuat badan merinding mending lanjut terus saja. Kalau tak ketemu pun paling juga nembus ke Cianjur atau Jalur Jonggol, demikian pikir saya.

Dan perjalanan saya lanjutkan pada jalan yang mulai menanjak. Tak lama kemudian terlihat gerbang tertutup berwarna hijau yang diterangi lampu. Ketemu juga dengan pesantren dimaksud. Sementara di sisi kiri pada arah jalan yang menanjak terlihat ada lampu-lampu rumah atau vila yang menjadi tujuan saya, Puri Gintung.

Puri Gintung adalah base dari Outbond Camp cigintung, berupa rumah panggung terbuat dari kayu. Terlihat teras bawah beberapa motor yang saya kenal terparkir rapi. Beberapa rekan-rekan Nusantaride melambaikan tangannya pada saya. Kali ini saya benar-benar lega, sudah sampai ke tujuan pada pukul 1 dini hari.

"Woy... 'gak ada tempat yang lebih jauh lagi ya...?"

Teriakan saya disambut gelak tawa. Saya salami semua yang hadir, Pak Ija, Adet, Haryo, Luckay, Joe, Bowo, Julius, Icay. Rupanya rekan Icay juga belum lama tiba di situ.

Obrolan kembali berlanjut, diskusi dan cerita canda mengenai perjalanan masing-masing ke Puri Gintung. Ternyata masih ada satu rekan yang akan hadir juga, Yusra Inyiak. Terbayang oleh saya, bagaimana galaunya rekan yang masih dalam perjalanan ini. Yang saya tahu, tempatnya tidak sulit ditemui tapi tidak juga mudah jika ditempuh pada tengah malam begini. Pokoknya ikuti kata hati saja, pasti sampai. :)





Berikut adalah klip video pada saat pulang dari Camp Cigintung. Enjoy!












Ride The Archipelago

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Dedicated for Nusantaride | Designed by Info Mancing